Kamis, 13 September 2018

Biografi W.R. Soepratman Lengkap

Sejarah Indonesia - W.R. Soepratman diketahui menjadi seseorang komponis yang membuat lagu berkebangsaan Indonesia. Judul lagu berkebangsaan itu ialah Indonesia Raya. Lagu itu sukses menghidupkan semangat persatuan dari beberapa kelompok pejuang yang pada saat itu belum juga betul-betul menyatu untuk mencapai kemerdekaan.W.R Soepratman sudah melakukan senang duka menjadi masyarakat negara Hindia-Belanda. Selama histori beliau, W.R Soepratman sudah berjuang untuk kemerdekaan Indonesia lewat cara yang unik serta berlainan. Akan tetapi apakah yang sudah beliau beri pada negara ini begitu pantas dihargai serta biografinya bisa diteladani.
Biografi W.R. Soepratman Lengkap
Biografi W.R. Soepratman Lengkap

Keluarga Besar 

Jakarta yang saat W.R Soepratman dilahirkan masih tetap bernama Batavia jadi kampung halaman pencipta lagu berkebangsaan ini. Ia adalah anak lelaki hanya satu yang dipunyai oleh Siti Senen serta suaminya, Djumeno Senen Sastrosoehardjo. Ke lima saudara kandungnya yang lainnya sejenis kelamin wanita.W.R Soepratman dilahirkan dengan nama asli Wage Soepratman pas pada pukul 11 siang tanggal 09 Maret 1903 di lokasi Jatinegara, Batavia. Orangtuanya memberikan nama Wage dikarenakan waktu kelahirannya yang bersamaan dengan market Wage -salah satu waktu market dalam keyakinan Jawa.

Nasib menempa Soepratman kecil dengan cukuplah keras. Ia mesti kehilangan ibundanya sebagai sumber semangat belajar di sekolah Boedi Oetomo Jakarta di umur 6 tahun. Sesudah kepergian mendiang ibundanya, ayahnya yang disebut Sersan di ketentaraan KNIL kurang dapat membiayai kehidupan semua anaknya serta membesarkan mereka sendirian.

Ketepatan pada tahun sebagai ujian paling berat dalam perjalanan seseorang Wage kecil itu, kakak tertuanya yang bernama Roekiyem Soepratiyah sudah dipinang oleh Willem Van Eldik. Nasib yang mujur itu membawa Soepratiyah ke luar Jawa ikuti tempat pekerjaan suaminya. Pada akhirnya pasangan suami istri itu membawa juga Wage Soepratman ke luar Jawa.

Kehidupan di Makassar 

Wage di mata keluarga besarnya jadi anak emas. Dialah keturunan keluarga Senen hanya satu yang sejenis kelamin lelaki. Fakta ini membuatnya menanggung banyak keinginan keluarga. Satu waktu dia mesti dapat mengusung martabat keluarganya lewat cara meneruskan sekolah sampai ke tahap tinggi. Untuk dapat wujudkan keinginan keluarganya itu, Wage juga menurut saja dibawa kakak iparnya serta turut hidup bersama dengan mereka.

Sebetulnya kakak iparnya yang bernama Belanda itu tidak mempunyai darah Belanda benar-benar. Akan tetapi ia memperoleh peruntungan nasib dengan menjabat menjadi petugas administrasi di kantor kepolisian Belanda. Karena pekerjaan berikut ia mesti menurut saja perintah atasan yang mewajibkan ia geser ke Makassar di Sulawesi Selatan.
Willem Van Eldik masuk dalam korps musik di kantornya. Ia begitu suka pada musik, begitupun dengan istrinya yang tidak hanya bermain serta nikmati musik, ia juga suka pada sandiwara. Sandiwara serta beberapa karya seninya banyak yang dipentaskan di daerahnya sana.

Tidak hanya pelajari musik yang selanjutnya jadikan Soepratman seseorang master biola serta gitar, Soepratman juga bersekolah. Hebatnya, ia bersekolah di sekolah Belanda. Cuma beberapa orang pribumi spesifik sajalah yang bisa menempati bangku ELS (Europe Large School). Soepratman sukses tembus keketatan sekolah itu karena disadari menjadi anak oleh kakak iparnya. Untuk menguatkan pernyataan palsu itu, Eldik memberikan nama ‘Rudolf’ di dalam nama asli Wage Supratman. Yang sampai sekarang ini, tiga kata namanya itu dipandang seperti nama asli oleh sejumlah besar penduduk. Selanjutnya nama itu disingkat jadi W.R.Soepratman.

Drop Out Sekolah 

Sesudah melakukan sekolah saat sekian waktu di ELS Makassar, pihak sekolah sukses menunjukkan jika Soepratman bukan anak Van Eldik. Karena kebohongan yang tertutupi itu Soepratman mesti alami drop out. Dibanding jadi pengangguran, pada akhirnya dengan bekas semangat menjadi pelajarnya, Soepratman muda masuk ke sekolah anak Melayu di Makassar serta memperoleh ijazah sah pada tahun 1917.

Semangat belajar Soepratman memang tidak dapat disangsikan. Umumnya anak pribumi telah terasa begitu mujur dapat nikmati sekolah basic serta kelanjutan lantas kembali pada rumah serta menolong orangtuanya merampungkan pekerjaan rumah. Akan tetapi buat Soepratman, pendidikan ialah kehidupan. Dengan support dari kakak kandung serta iparnya, ia sukses meneruskan pendidikan pelatihan bhs Belanda. Soepratman merampungkan pelatihan langka itu kurun waktu 2 tahun saja. Keberhasilan itu membawanya menyapu titel KAE (Klein Amtenaar Examen).

Pada tahun 1920 sesudah Wage sukses jadi orang terpelajar yang bisa kuasai bhs penjajah, ia meneruskan ke Normaal School, satu sekolah keguruan yang dibikin untuk mempersiapkan tenaga pendidikan serta kependidikan. Di tahun itu juga Wage jadi founder satu group musik beraliran jazz yang diberinya nama Black and White. Band jazz ini sudah sempat jadi trending di lokasi Makassar hingga Wage serta teman-temannya kerepotan terima job dari beberapa orang yang mempunyai hajatan atau pesta. Band ini dapat yang mengorbitkan namanya di kelompok militer Makassar.

Perjalanan Karir 

Dalam perjalanannya jadi seseorang guru, Wage sudah sempat dipindah tugaskan ke kota Singkang yang keadaannya begitu berlainan dengan Makassar. Keamanan di Singkang tidak terjamin, kehidupannya juga sangat berlainan. Oleh karena itu Wage lalu ngotot kembali pada Makassar. Sesampainya di Makassar ia mesti melepaskan tugasnya menjadi guru. Lalu ia berpindah profesi di Firma Nedem serta menempati tempat klerk.

Di tugasnya yang ke-2, nyatanya Wage juga tidak bisa tahan lama. Iapun lalu beralih jadi pegawai advokat di kantor advokat punya rekanan kakak iparnya. Akan tetapi perasaan kangen pada keluarga besar yang berada di Jawa membuat Wage tinggalkan tugasnya yang ke-3. Ia juga pilih kembali pada rumah kakaknya yang ke-2 di Surabaya, Jawa Timur.

R.Koesnendar Kartodiredjo ialah suami dari Roekinah Soepratirah, saudara perempuannya yang paling tua ke-2. Di Surabaya, Wage cuma berkunjung ke keluarga kakaknya yang bekerja di kantor pelayaran saja. Hari-hari setelah itu memerintah Wage kembali pada Jawa sisi barat untuk berjumpa dengan bapak kandungnya. Tidak ada yang inginkan kehidupan menjadi pengangguran sembarangan, akan tetapi itu yang menerpa Wage Soepratman waktu ada di kampong halamannya. Band tak akan menjanjikan di tanah ini.
Wage coba peruntungan lainnya lewat cara melamar lowongan menjadi wartawan dalam suatu media massa yang berkantor di Bandung, Jawa Barat. Di media massa ‘Kaum Muda’ berikut talenta musiknya kembali muncul. Ia lalu akan memutus masuk keanggotaan satu group musik. Di perjalanannya menjadi wartawan, ia berjumpa dengan beberapa orang. Sesudah satu tahun jadi wartawan, seseorang rekanan baru bernama Harun Harahap mempunyai gagasan membuat kantor berita baru yang akan bermarkas di Jakarta.

Kembali pada Jakarta 

Kantor berita yang dibangun oleh Harahap dinamakan ‘Alpena.’ Wage turut bekerja di kantor berita itu. Karena tinggal di Jakarta yang waktu itu tengah dirundung semangat kepemudaan serta kebangkitan, pada akhirnya tumbuh suburlah jiwa nasionalisme Wage Soepratman. Ia berteman dengan beberapa tokoh gerakan nasional serta mulai mempersiapkan diri turut berperan untuk kemerdekaan Indonesia.

Perasaan kewartawanannya belumlah padam, justru makin berkobar bersamaan ditutupnya media massa Alpena sebagai tempatnya bekerja. Wage lalu geser ke media massa Sin Po. Pekerjaannya menjadi wartawan Koran Sin Po menuntutnya untuk mampu meliput semua perubahan dalam tiap-tiap rapat pemuda gerakan nasional. Dari sinilah lalu ia mulai aktif ikut serta dalam gerakan nasional. Pada saat itu usianya masih tetap seputar 23 tahun yang dapat juga dikelompokkan menjadi pemuda.
Nasiblah yang mewajibkan Soepratman hidup miskin karena sudah pilih jadi pejuang gerakan nasional. Bila dahulu di Makassar ia dekat dengan beberapa orang Belanda serta memperoleh semua sarana yang berkesan terlalu berlebih, saat ini ia mesti bekerja mati-matian sekedar untuk hidup di bilangan Rawamangun. Tempat tinggalnya begitu kecil, kumuh serta bahkan juga dibikin dari bambu.

Jadi Buronan 

Walau mesti menanggung derita, tidak tahu kenapa hati kecil Soepratman begitu terikat dengan keadaan perjuangan di Jawa. Tulisan-tulisannya yang diedarkan di Sin Po makin hari makin terang-terangan memojokkan pemerintahan Hindia Belanda. Iapun mulai masuk ke daftar perhatian polisi Belanda. Akan tetapi Wage masih tetap tenang saja, ia justru menyamankan diri dengan berjualan buku-buku sisa untuk penuhi kebutuhannya di kota besar itu. Benar-benar tidak ada perasaan takut di hatinya karena jadi perhatian Belanda.

Karena karena sangat biasanya ia bergesekan dengan beberapa tokoh nasional, tulisan Soepratman makin merisaukan. Pidato menggebu-gebu dari Sang Singa Tribune serta kawan-kawannya makin mengikhlaskan hati Wage melepas kehidupan gemerlapnya di Makassar. Keterlibatannya dii dunia politik serta gerakan nasional makin keras menempanya. Sekarang Wage tak akan batasi diri menjadi wartawan yang mencari berita, akan tetapi ikut juga memberikan sumbangan pemikiran serta pendapat-pendapat untuk kemerdekaan Hindia Belanda.

Berjuang Melalui Musik 

Wage Rudolf Soepratman yang memang berjiwa seni bangkit kembali dari dunianya yang lainnya. Ia memberikan peran pada kemerdekaan lewat karya musik. Beliau membuat banyak lagu memiliki nuansa persatuan. Lagu pertama yang sukses diakhirinya saat ini diketahui dengan judul ‘Dari Sabang Sampai Merauke.’ Dulu saat Soepratman menciptakannya, lagu itu berjudul ‘Dari Barat Sampai ke Timur.’

Lagu paling akhir yang sudah sempat dibuatnya berjudul ‘Matahari Keluar.’ Akan tetapi lagu sangat fantastis yang membuat nyawanya terancam ialah ‘Indonesia Raya.’ Dampak dari lagu Indonesia Raya itu betul-betul sukses menjadikan satu rakyat Indonesia. Pembuktiannya dapat disaksikan waktu Kongres Pemuda II.Sebetulnya Indonesia Raya telah tuntas di tahun 1926 serta Wage hampir membawakannya pada Kongres Pemuda I tanggal 30 April sampai 2 Mei 1926. Sayangnya Wage muda masih tetap kurang yakin diri. Pada akhirnya ia baru membawakan instrument Indonesia Raya di Kongres Pemuda II yang melahirkan sumpah pemuda di tanggal 28 Oktober tahun 1928.

Keberaniannya menguat karena Soegondo Djojopoespito memerintahnya membawakan instrumen lagu Indonesia Raya dengan disertai team gabungan nada ‘Indonesia Merdeka.’Lagu itu sukses menghidupkan jiwa persatuan beberapa pemuda dari semua nusantara. Pada akhirnya lagu Indonesi Raya dinyanyikan di tiap-tiap pertemuan gerakan nasional. Semestinya Wage memperoleh penghargaan dari semua pihak serta rakyat Indonesia. Akan tetapi waktu itu, nyawanya makin terancam karena Indonesia Raya makin seringkali dinyanyikan. Walau Belanda telah melarang menyanyikannya diluar ruang serta memerintah meniadakan kata ‘merdeka,’ akan tetapi rakyat belum pernah mempedulikan.

Akhir Hayat 

Kejaran polisi Belanda mengharuskannya beralih rumah terus-terusan. Ia selalu berupaya menjaga diri karena Ir. Soekarno sempat memerintahnya selalu berjuang untuk kemerdekaan dalam pertemuan di pengadilan Bandung. Setelah itu Ir. Soekarno mesti mendekam dalam penjara sama dengan putusan hakim. Perkenalannya dengan dr. Soetomo juga makin kobarkan stamina perjuangannya.

Akhir kali Wage melarikan diri ke Surabaya. Disana ia sakit serta tidak kunjung pulih. Akan tetapi ia masih ngotot memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Waktu itu polisi sukses meringkusnya di jalan Embong Malang saat Wage pimpin gabungan nada yang ditayangkan oleh NIROM (RRI). Polisi militer Belanda dengan senang memasukkannya ke penjara Kalisosok.

Di penjara, kesehatan Wage makin memprihatinkan. Ia dipulangkan serta takdir hentikan kesusahannya pas pada tanggal 17 Agustus 1938 jam 00.00 serta pasarannya Rabu Wage. Ia wafat dengan tinggalkan pesan pada sahabatnya. Wage menyampaikan dia ikhlas berjuang untuk kemerdekaan Indonesia walau ia belum nikmati kemerdekaan, akan tetapi ia meyakini satu waktu Indonesia tentu merdeka.

Tempat wafatnya di Jalan Mangga 21 Surabaya jadikan museum W.R. Soepratman yang menaruh duplikat biola legendarisnya. Wage disemayamkan di TPU Kapas. Lantas beralih ke Jalan Tambak Segaran Wetan pada tanggal 20 Mei 1953. Sesudah ia disadari oleh pemerintah, makamnya kembali dipindahkan di Kenjeran pada tanggal 25 Oktober 1953. Ia wafat tiada sudah sempat mencicip manisnya kemerdekaan sekaligus juga manisnya berkeluarga. Bahkan juga ia tidak mengusung seseorang anak juga dalam histori hidupnya. Akan tetapi sumbangsihnya yang ikut memberi warna histori bendera merah putih akan tetap dikenang semua rakyat Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kembalinya Belanda Bersama Dengan Sekutu Tahun 1945 - 1949

Kembalinya Belanda Bersama Dengan Sekutu Tahun 1945 - 1949 Latar belakang terjadinya kemerdekaan  Sejarah Indonesia - Sama dengan ...