Sejarah Indonesia - Rengasdengklok ialah nama satu kota kecil yang berada di Jawa Barat. Kota yang disebut sisi dari histori Proklamasi Indonesia. Di kota berikut Ir.Soekarno, Moh.Hatta serta beberapa pejuang yang lain ada, pas satu hari sebelum Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, 16 Agustus 1945.
Momen Rengasdengklok ini berlangsung karena ketidaksamaan opini pada kelompok muda serta tua mengenai waktu yang pas untuk melakukan kemerdekaan Indonesia, yang pada akhirnya membuat kelompok muda sangat terpaksa mengungsikan Ir.Soekarno serta Moh.Hatta ke rengasdengklok dengan arah agara ke-2 proklamator itu aman dari intervensi serta dampak pihak luar untuk tunda kemerdekaan.
Rengasdengklok diambil sebab menurut perhitungan militer adalah tempat yang jauh dari jalan raya Jakarta-Cirebon. Diluar itu, beberapa militer juga gampang mengamati jika ada tentara Jepang yang akan hadir dari arah Bandung ataupun Jakarta.
Latar Belakang
- Ketidaksamaan Opini pada Kelompok Muda serta Tua
Perseteruan ketidaksamaan opini di antara kelompok muda serta kelompok tua, selesai dengan sikap sama-sama menghormati, tanpa perang fisik. Tiada fungsi kelompok muda, mungkin Indonesia belumlah dapat memproklamasikan kemerdekaan secepat itu. Hal seperti ini jadi bukti, jika beberapa pemuda Indonesia dapat menanggapi kondisi siap. Beberapa pemuda memandang jika Proklamasi Kemerdekaan Indonesia mesti dikerjakan oleh kemampuan bangsa Indonesia sendiri, bukan oleh PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang dibikin oleh Jepang.
Dengar berita jika Jepang menyerah pada sekutu, serta bom besar berlangsung di Nagasaki serta Hiroshima, Sutan Syahrir yang disebut tokoh pemuda dengan sigap menjumpai Moh.Hatta di kediamannya, Sutan Syahrir merekomendasikan supaya Ir.Soekarno serta Moh.Hatta serta kelompok tua yang lain supaya menyelenggarakan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Akan tetapi kelompok tua belum juga sepakat, serta terasa jika Jepang masih tetap berkuasa dengan de facto.
- Pertemuan Pemuda, 15 Agustus 1945
Sesudah memperoleh penolakan dari kelompok tua, beberapa pemuda membuat pertemuan tertutup dalam suatu ruang belakang Laboratorium Biologi Pegangsaan Timur 17 (Sekarang ini telah jadi FKM UI), seputar jam 20.00 tanggal 15 Agustus 1945. Pertemuan ini di hadiri oleh 12 tokoh pemuda diantaranya Chaerul Saleh, Darwis, Djohar Nur, Kusnandar, Subadio, Subianto, Margono, Aidit Sunyoto, Abubakar, E.Sudeo, Wikana serta Armansyah.
Pertemuan yang di pimpin oleh Chairul Saleh akan memutus jika :
“kemerdekaan Indonesia ialah hak serta masalah rakyat Indonesia sendiri, tidak bisa digantung-gantungkan pada seorang atau kerajaan lainnya. Untuk mengatakan jika Indonesia telah mampu merdeka, serta telah datang waktu merdeka, baik menurut kondisi atau kodrat ataupun histroris. Serta jalannya cuma satu, yakni: dengan proklamasi kemerdekaan oleh bangsa Indonesia sendiri, terlepas dari bangsa asing, bangsa apa pun juga”.
Hasil ketetapan rapat kelompok muda mengatakan jika segal ikatan jalinan dengan Jepang mesti dihapuskan. Sebab Indonesia mesti merdeka dengan kemampuan sendiri, tidak perlu pertolongan negara lainnya, serta diinginkan ketetapan ini dapat dirundingkan kembali dengan Soekarno serta Hatta. Beberapa pemuda mengerti jika Soekarno serta Hatta mempunyai fungsi terpenting untuk merestui Proklamasi disegerakkan.
Sepulang dari pertemuan di Laboratorium Biologi, beberapa pemuda yang diwakili oleh Wikana serta Darwis seputar jam 22.00 hadir ke tempat tinggal Soekarno di Pegangsaan Timur No.56 untuk mengemukakan hasil ketetapan perundingan yang baru diambil beberapa pemuda. Akan tetapi Soekarno masih teguh pada keputusannya menampik, sebab Jepang masih tetap berkuasa dengan de facto, serta Soekarno tidak mau ambil kemungkinan bila Belanda kembali hadir untuk menjajah, sesudah Jepang menyerah.
- Mengamankan Soekarno serta Hatta
Pada akhirnya pada larut malam, seputar jam 24.00 beberapa pemuda itu tinggalkan tempat tinggal Soekarno serta langsung membuat pertemuan waktu itu juga di Jl. Cikini 71 Jakarta. Pertemuan ke-2 ini di hadiri oleh Sukarni, Yusuf Kunto, Chaerul Saleh serta Shodanco Singgih. Beberapa pemuda yang masih tetap sedih jika keputusannya masih tetap tidak diterima oleh kelompok tua, selekasnya ambil aksi.Rapat akan memutus, seperti diusulkan oleh Djohar Nur :
“Segera lakukan tindakan, Bung Karno serta Bung Hatta mesti kita angkat dari rumah masing-masing” . Chaerul Saleh yang pimpin rapat, turut menyatakan ketetapan rapat dengan berkata “Bung Karno serta Bung Hatta kita angkat saja. Selamatkan mereka dari tangan Jepang serta kerjakan Proklamasi tanggal 16 Agustus 1945”.
Gagasan untuk mengamankan Soekarno serta Moh.Hatta dari tangan Jepang juga disetujui. Shodanco Singgih yang turut ada dalam pertemuan itu, ditunjuk untuk pimpin pelaksanaan gagasan waktu itu juga. Momen ini lalu diketahui menjadi Momen Rengasdengklok
Kronologis
- Satu hari penuh di Rengasdengklok, pada 16 Agustus 1945
Sepulang dari pertemuan di Cikini, Shodanco Singgih serta grup pemuda yang ditugaskan untuk mengamankan Soekarno mendatangi tempat tinggal Soekarno seputar jam 03.00 pagi. Shodanco Singgih minta Soekarno untuk turut grup pemuda malam itu juga, Soekarno tidak menampik akan tetapi minta beberapa pemuda supaya istrinya ibu Fatmawati serta anaknya Guntur (masih tetap berumur 8 bulan) dan Moh.Hatta untuk ikut juga.
Mendekati subuh, seputar jam 04.00 tanggal 16 Agustus sesudah santap sahur, mereka selekasnya lakukan perjalanan ke arah Rengasdengklok dengan pengawalan dari tentara Peta. Beberapa pemuda pilih Rengasdengklok menjadi tempat membawa Soekarno serta Moh.Hatta dengan pertimbangan keamanan daerah itu. sebab ada Daidan Peta di Rengasdengklok yang memiliki jalinan baik dengan Daidan Jakarta.
Jarak Rengasdengklok, sekitar 15 km dari Kedunggede, Karawang. Sesampainya rombongan pemuda serta Soekarno diletakkan didalam rumah seseorang keturunan Tionghoa, bernama Djiaw Kie Siong yang beralamat di Desa Rengasdengklok Utara RT 001/09 No.41 , kecamatan Rengasdengklok, kabupaten Karawang, Jawa Barat. Djiaw Kie Siong ialah seseorang petani kecil yang merelakan tempat tinggalnya untuk dihuni beberapa tokoh itu.
- Ketetapan Waktu yang Pas untuk Proklamasi
Beberapa pemuda yang mengharap Soekarno serta Moh.Hatta bersedia mengatakan Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 16 Agustus 1945, masih tetap tidak di setujui Soekarno. Beberapa pemuda tidak memaksakan kehendaknya, sebab Soekarno serta Moh.Hatta mempunyai wibawa pemimpin yang membuat mereka enggan untuk lakukan penekanan. Beberapa pemuda lakukan pendekatan supaya bisa berdiskusi dengan lebih bebas, serta dikit memberi desakan tanpa tujuan untuk menyakiti ke-2 tokoh itu.
Lewat perbincangan serius pada Shodanco Singgih dengan Soekarno yang beruasaha memberikan keyakinan Soekarno jika Jepang sudah menyerah pada sekutu serta beberapa pejuang Indonesia sudah siap untuk menantang Jepang apa pun resikonya, pada akhirnya Soekarno bersedia memproklamasikan kemerdekan Indonesia sesudah kembali pada Jakarta. Dengan suka hati akan ketetapan itu, pada siang hari Shodanco Singgih kembali pada Jakarta untuk mengemukakan berita proklamasi kemerdekaan yang telah memperoleh kesepakatan oleh Soekarno.
Selain itu di Jakarta, tengah diselenggarakan perundingan Ahmad Subarjo (kelompok tua) serta Wikana (kelompok muda), hasil perundingan itu sampai sampai kata setuju jika proklamasi kemerdekaan Indonesia mesti dilaksanankan di Jakarta serta Laksamana Tadashi Maeda mengijinkan tempat tinggalnya menjadi tempat perundinganan serta bersedia jamin keselamatan beberapa tokoh itu.
Akhir dari Peristiwa
Berdasar pada persetujuan yang sudah diambil pada kelompok pemuda, kelompok tua dengan Laksamana Tadashi Maeda mengenai proklamasi kemerdekaan, Jusuf Kunto bersedia mengantar Ahmad Subarjo serta sekretaris pribadinya untuk menjempuk Soekarno serta Hatta di Rengasdengklok.
Ahmad Subarjo memberi agunan dengan taruhan nyawanya pada beberapa pemuda jika proklamasi kemerdekaan Indonesia akan dikerjakan tanggal 17 Agustus 1945 sebelum jam 12.00. Dengan agunan itu, komandan kompi Peta Cudanco Subeno bersedia melepas Soekarno serta Moh.Hatta bersama rombongannya untuk kembali pada Jakarta. Rombongan itu datang di Jakarta pada jam 17.30 WIB serta pulang ke rumah semasing.
Mengingat jika hotel Des Indes (Sekarang ini jadi kompleks pertokoan di Serasi) tidak dapat dipakai untuk pertemuan di atas jam 10 malam, jadi penawaran Laksamana Muda Maeda untuk memakai tempat tinggalnya (Saat ini jadi gedung museum perumusan teks proklamasi) menjadi tempat rapat untuk proklamasi besok pagi oleh beberapa tokoh Indonesia.
- Pertemuan Soekarno Hatta dengan Jenderal Mayor Nishimura
Saat malam harinya, sesudah Soekarno serta Hatta bersama dengan rombongan datang di Jakarta pergi menjumpai Mayor Jenderal Moichiro Yamamoto (Kepala Staf Tentara ke XVI Angkatan Darat sebagai Kepala pemerintahan militer Jepang atau Gunseikan) untuk mengulas proklamasi keesokan hari, akan tetapi ia tidak ingin terima Soekarno-Hatta yang diantar oleh Tadashi Maeda serta memerintah supaya Mayor Jenderal Otoshi Nishimura (Kepala Departemen Masalah Umum pemeritnahan militer Jepang) untuk terima kehadiran mereka.
Nishimura menyampaikan jika semenjak siang hari tanggal 16 Agustus 1945, Jepang mesti mengawasi status quo serta tidak memberikan izin Indonesia untuk menyiapkan proklamasi kemerdekaan seperti janji yang sudah disetujui oleh Marsekan Terauchi di Vietnam.
Soekarno serta Hatta menyesali ketetapan yang sudah diambil Jepang serta mengkritik Nishimura tidak berlaku seperti seseorang perwira yang semangat Bushindo, telah ingkar janji supaya dikasihani oleh Sekutu. Pada akhirnya dengan tegas, Soekarno serta Hatta minta Nishimura tidak untuk menghambat kerja PPKI.
Lihat perbincangan panas pada Soekarno, Hatta serta Nishimura, Maeda diam-diam pergi tinggalkan ruang sebab Nishimura mengingatkannya untuk patuhi perintah Tokyo serta tidak miliki wewenang dalam soal kemerdekaan Indonesia. Sesudah dari rumah Nishimura, Soekarno serta Hatta pergi ke arah rumah Laksamada Maeda (Saat ini Jl.Imam Bonjol No.1) disertai oleh Myoshi untuk lakukan rapat mempersiapkan teks Proklamasi.
- Pengaturan Teks Proklamasi
Beberapa detik mendekati proklamasi, pada jam 02.00 – 04.00 pagi hari berlangsung perundingan pada kelompok muda serta kelompok tua dalam pengaturan teks Proklamasi Kemerdekaan Indoneisa yang ditulis di ruangan makan tempat tinggal Laksamana Maeda. Beberapa penyusun teks proklamasi diantaranya Soekarno, Moh.Hatta serta Ahmad Subarjo yang dilihat oleh Sukarni, BM Diah, Sudiro serta Sayuti Melik.
Myoshi dalam kondisi 1/2 mabuk duduk di kursi belakang dengarkan beberapa penyusun teks proklamasi itu, lalu keluar kalimat dari Shigetada Nishijima yang seakan-akan turut mencampuri pengaturan teks proklamasi serta merekomendasikan beberapa tokoh jika arti dari kalimat perpindahan kekuasaan itu cuma bermakna kekuasaan administratif. Soekarno yang dengar itu, menyatakan jika perpindahan kekuasaan itu bermakna transfer of power. Moh.Hatta, Subarjo, Diah, Sukarni, Sudiro serta Sayuti Melik juga tidak ada yang membetulkan klaim Nishijima.
Sesudah lewat perundingan, pada akhirnya ide teks proklamsi tuntas ditulis oleh tulisan tangan Ir.Soekarno sendiri. Sukarni merekomendasikan supaya yang di tandatangani teks proklamasi itu ialah Ir.Soekarno serta Moh.Hatta atas nama bangsa Indonesia. Sesudah ide telah masak, teks proklamasi lantas di tulis oleh Sayuti Melik dengan mesin tulis yang diambil dari kantor perwakilan AL Jerman, punya Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler.
- Detik-Detik Pembacaan Proklamasi Kemerdekaan
Sebelumnya pembacaan proklamasi akan dikerjakan di Lapangan Ikada, akan tetapi dengan argumen keamanan dipindahkan ke tempat tinggal Soekarno. Saat pagi harinya, 17 Agustus 1945 di tempat tinggal Soekarno sudah ada Soewirjo, Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Tabrani serta Trimurti. Acara direncanakan mulai jam 10.00 dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno serta disambung pidato singkat, disusul dengan sambutan oleh Soewrijo, wakil walikota Jakarta serta Moewardi, pimpinan Barisan Pelopor.
Disusul dengan meningkatkan bendera merah putih yang sudah dijahit oleh ibu Fatmawati, sebelumnya Trimurti disuruh untuk meningkatkan bendera akan tetapi ia menampik dengan argumen gerakan bendera semestinya dikerjakan oleh prajurit. Lantas ditunjuklah Latief Hendraningrat, seseorang prajurit PETA dibantu oleh Soehoed serta seseorang pemudi yang membawa nampan bendera Merah Putih untuk mengibarkan bendera.
Sesudah bendera berkibar, beberapa hadirin menyanyikan lagu Indonesia Raya karya W.R Supratman serta sampai sekarang ini, bendera pusaka masih tetap tersimpan di Museum Tugu Monumen Nasional serta diperingatilah jika 17 Agustus 1945 menjadi Hari Kemerdekaan Republik Indonesia.